Oya, perkenalkan: Ir. Heru D. Wardana, kepala Kampung Djamoe Organik
Kampung Djamoe, terletak di dekat kawasan industri Jakarta Timur yg bisa dicapai setelah satu jam perjalanan dari Jakarta Pusat. Lahan seluas 10 hektar ini hanya sebagian kecilnya saja yg sudah ditempati.
Kampung Djamoe adalah semacam lapangan penelitian, percobaan dan pelatihan untuk pengembangan metode pembiakan tanaman obat agar dapat hasil yang sama (mengenai masalah standardisasi terhadap obat-obatan tradisional akan tulis nanti).
Bapak Heru mengatakan bahwa sekarang di Indonesia ada sekitar 900 perusahaan besar modern dan mereka semua mencari bahan mentah, tanpa peduli kelestarian bahan mentah tersebut.
— Betul bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman biota yang sangat banyak, tapi bukan berarti biota tersebut tidak harus dijaga. Nenek moyang kita dahulu kala memanfaatkan tumbuhan untuk menjaga kesehatan dan kecantikan, — lanjutnya. – Tapi sekarang sudah saatnya kita memikirkan tentang keseimbangan alam: cepat atau lambat sumberdaya yang ada akan habis.
Sebagai contoh, banyak tumbuhan yang membutuhkan lapisan pelindung. Untuk mendapatkan lapisan yang dibutuhkan tersebut, tumbuhan itu harus bertumbuh dulu dalam waktu 15-20 tahun. Lalu kita potong lapisan pelindungnya, kapan akan tumbuh lagi? 20 tahun lagi?
— Nenek moyang kita dulu lebih bijak: mereka memanfaatkan alam dalam takaran seperlunya, hanya untuk kepentingan sendiri, bukan untuk dikomersilkan… Kalau sekarang kita mengambil semuanya sampai tak bersisa! Sudah banyak tumbuhan yang terancam dan berada diambang kepunahan…
— Makanya disini kami berusaha memecahkan masalah penting ini dengan belajar membiakan tanaman yang tumbuh hanya di alam liar, lalu mengolahnya.
— Pertama, tanaman yang diolah keberlangsungannya dijaga, keduanya, mereka memiliki sifat yang sama. Tanaman yang sama tapi diambil dari alam pada tempat yang berbeda akan memiliki sifat yang tidak sama. Dan tentunya demi menjaga alam sekitar: kita tidak boleh lagi mengganggu tempat pertumbuhan alaminya…
Ada beberapa bangunan saja di Kampung Djamoe.
Ini bale yang digunakan untuk seminar.
Dan ini tempat melatih para petani (instalasi yang ditunjukkan pak Heru – model sungai yang terbagi dalam tiga bagian: diperlukan untuk produksi dengan tiga kali pencucian).
Jadi sebenarnya perlu juga melatih petani belajar membiakan tanaman yang dulu tumbuh liar. Dan juga – teknik pemanenan, pemeliharaannya, pengemasan… yang ternyata mengarah ke masalah baru…
— Awalnya kami coba melatih petani secara gratis, — ingat bapak Heru. – Tapi… coba bayangkan seandainya Anda orang yang berasal dari daerah terpencil di Kalimantan, tiba-tiba mendapat kesempatan gratis untuk datang ke ibukota Jakarta agar dapat mendapatkan pelatihan… pasti akan belajar dengan malas-malasan: jalan-jalan keliling ibu kota atau istirahat di tempat yang nyaman pasti lebih menyenangkan. Makanya kami sekarang menarik bayaran, supaya mereka tergerak untuk serius belajar mengingat telah membayar untuk hal tersebut. “Saya sudah membayar untuk belajar! Maka saya harus mendapatkan sesuatu?!”
Kampung Djamoe – pulau dalam miniatur: ada danau yang banyak ikan berenang kesana kemari, ada padang rumput, lapangan…dan tentunya ada juga sawah disini:
Pastinya! Karena dari kulit ari padi itu mereka membuat scrub kulit yang paling banyak beredar di pulau Jawa:
Tapi bukan hanya petani yang datang kesini, — cerita bapak Heru. – Kan selain padi masih banyak yang dapat dibiakan secara langsung di ladang, makanya ibu rumah tangga adalah siswa kami yang jumlahnya cukup banyak. Dan banyak orang yang bertanya-tanya: “Saya sudah membiakan sirih di kebun saya?! Tapi belum tahu sirih memiliki manfaat antiseptik… jadi saya tidak perlu membeli obat kumur mulut lagi!”
Berbagai macam jenis jahe – salah satu tumbuhan yang paling banyak digunakan untuk membuat jamu:
Nah yang ini kita sudah tahu adalah vetiver: